Rabu, 19 Desember 2012

DIRGAHAYU PROV NTT KE 54



MOMEN TRANSFORMASI NTT
Frits R Dimu Heo, SH.MSi
Pengamat Ekonomi Pembangunan
Hari ini adalah Hari Ulang Tahun Provinsi Nusa Tenggara Timur yang ke 54, berbagai persiapan seremonial sudah dan sedang dilakukan Pemprov NTT. Yang menjadi pertanyaan mengelitik adalah apakah setiap tahun hanya diutamakan seremonial perayaan HUT NTT belaka.
Dalam tulisan ini saya mengajak kita semua untuk berpikir akan masa depan NTT, apakah Cuma jalan ditempat sejak Sunda Kecil diganti namanya menjadi Nusa Tenggara tahun 1953 hingga sekarang ?.  Mengandalkan Leading sector Pertanian.
PARADIGMA BARU :
Berbagai perubahan besar di tingkah daerah akan memaksa berbagai pemerintah daerah termasuk Pemda NTT untuk mau tidak mau harus meninjau ulang pendekatan dan cara pandang mereka dalam mengelola daerah NTT. Saya setuju pendapat pengamat lain bahwa saatnya NTT berubah dari leading sector Pertanian  menjadi  leading sector Pariwisata.
Perubahan paradigma  ini akan memaksa pemerintah daerah untuk mentransformasi diri. Arti kata transformasi dalam kamus Besar Indonesia adalah perubahan rupa (bentuk, sifat, fungsi, karakter, pola pikir dll), perubahan gramatikal, menata kembali unsur-unsurnya. Transformasi dimaksud adalah dari ”bureaucratic-monopolistic government” menjadi ”entrepreneurial-competitive government.”
Entrepreneurial government adalah pemerintah yang bijaksana dan selalu berpikir keras untuk melihat dan memanfaatkan peluang yang muncul untuk memakmurkan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya.
Sementara competitive government adalah pemerintah daerah yang mendorong adanya kompetisi di antara penyedia layanan publik dalam upaya mereka memberikan excellent services kepada para konstituennya, apakah itu investor, wisatawan, atau masyarakat luas.
Perubahan kedua mengharuskan mereka metamorfosis diri dari pemerintah daerah yang bermental ”cuek-bebek” menjadi pemerintahan daerah yang berorientasi pelanggan (customer-driven government) dan bertanggung-jawab (accountable government) terhadap seluruh stakeholder-nya secara seimbang.
Customer-driven government adalah pemerintah daerah yang selalu berorientasi dan peduli terhadap setiap kebutuhan pelanggannya. Mereka secara serius mendengar (misalnya melalui investor satisfaction survey) keinginan dan ekspektasi pelanggan dan merespons setiap keinginan tersebut dalam rangka memuaskan mereka.
David Osborne, seorang pakar manajemen pemerintahan, menyebut pemerintah semacam ini dengan sebuah ungkapan, “put the customers in the driver’s seat (meletakan pelanggan di kursi pengemudi)”.
Siapakah pelanggan pemerintah daerah? Pelanggan utama tentu saja adalah masyarakat yang mereka pimpin. Pelanggan lain adalah siapa saja yang memiliki potensi dan kontribusi bagi upaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat tersebut. Mereka bisa investor yang menanam modal di daerahnya, kalangan industri yang mendirikan pabrik di situ, atau turis asing yang berkunjung membawa devisa.
Customer-driven government adalah juga accountable government yang sangat serius menempatkan akuntabilitas publik pada posisi terdepan dalam praktek kepemimpinan mereka, sebagai manifestasi “pertanggung-jawaban” mereka kepada pelanggannya.
Sementara perubahan besar ketiga akan mendorong pemerintah daerah untuk mulai mengevolusi diri dari pemerintah yang hanya memiliki “local orientation” menjadi pemerintah yang memiliki “global-cosmopolit orientation.” Pemerintah daerah semacam ini memiliki wawasan global. Mereka membuka diri terhadap masuknya sumber daya global dan berupaya mendapatkannya, tidak peduli dari mana sumber daya tersebut berasal. Mereka membuka diri terhadap investor asing, perusahaan asing, kepemilikan asing, produk asing, teknologi asing, orang-orang terbaik asing, sepanjang semua memiliki kontribusi positif terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Di samping itu global-oriented government juga berupaya keras membangun kemampuan inovasi, kapabilitas operasional, dan jaringan berskala global.
Rosabeth Moss Kanter menyebutnya 3Cs: Concept, Competence, Connection sebagai jembatan bagi mereka untuk dapat berpartisipasi dan mengambil keuntungan maksimal dari terbentuknya ekonomi global.
Berdasarkan konsep 3Cs itu Moss Kanter mengatakan bahwa untuk sukses di dalam ekonomi global setiap daerah harus dengan tepat memposisikan diri berdasarkan tiga pilihan positioning berikut. Pertama, berdasarkan C yang pertama yaitu Concept, daerah harus memposisikan diri sebagai penghasil konsep dan ide dalam rangka mewujudkan inovasi yang memiliki nilai pasar. Contoh daerah semacam ini adalah Silicon Valley di Amerika atau Bangalore di India.
Kedua, berdasarkan C yang kedua yaitu Competence, daerah harus memposisikan diri sebagai pusat manufaktur di mana daerah tersebut memiliki kemampuan memproduksi barang / jasa dengan kompetensi dalam quality, cost, delivery (QCD) yang kokoh. Contoh dari daerah semacam ini adalah Tangerang yang menjadi basis operasi perusahaan-perusahaan yang berkantor pusat di Jakarta, atau singapura menjadi basis pariwisata Asia.
Ketiga, berdasarkan C yang ketiga yaitu Connection, daerah harus memposisikan diri sebagai hub yang memungkinkan para pedagang (trader) dari seluruh dunia berinteraksi satu sama lain dan membangun jaringan. Daya saing utama dari daerah semacam ini terletak pada kemampuannya sebagai penghubung dan pemberi akses bagi satu pihak tertentu kepada sumber daya pihak lain dari seluruh dunia. Contoh dari daerah semacam ini adalah Cina yang menjadi business hub bagi para pebisnis dari seluruh kawasan Asia.
TRANSFORMASI KARAKTER DAN POLA PIKIR
Transformasi berikut yang perlu dilakukan Pemda NTT adalah perubahan karakter dan pola pikir pemimpin daerah (Akademisi, businessman dan governance) yang melahirkan pemimpin berkarisma, berkarakter dan berpola pikir yang baik yang dibuktikan / tolak ukurnya adalah berkurangnya tingkat angka kriminal dan kejahatan sosial lainnya ditengah masyarakatnya dan meningkatnya kesejahteraan masyarakatnya, karena pepatah mengatakan bahwa busuknya ikan dimulai bukan dari ekor melainkan dari kepala, artinya jika para pemimpin daerah baik  maka dengan sendiri yang dipimpin itu akan meniru yang baik pula, dan endingnya biasa ditebak, rakyat akan semakin sejahtera lahir dan batin. Contoh daerah seperti ini adalah di Kota Medellin Kolumbia, bermula kota gembong narkoba internasional dipimpin oleh Pablo Escobar dan yang secara konstan menyebabkan kejahatan konflik dan perang berkepanjangan di Kolombia. Kota ini dikenal sebagai kota dengan tingkat kriminalitas tertinggi di dunia. Tahun 1991 tercatat 6,349 pembunuhan, 10 kali lipat dari Chicago. Pemerintah Amerika Serikat menutup konsulernya di kota ini dengan alasan keamanan tahun 1981. Namun Di awal abad 21, MedellĂ­n telah menjadi kota yang aman bagi penduduk dan wisatawan asing karena perubahan sosial dan ekonomi yang begitu pesat. Pemerintah lokal dibantu penduduk lokal bergotong royong menghapus citra buruk dan meningkatkan citra kota, dengan hasil yang dramatis, rakyat menjadi sejahtera.
Semoga menjadi roll model bagi daerah NTT. Saatnya NTT berubah……. 
**) Penulis adalah pengamat Pembangunan Ekonomi NTT, gelar Magister Studi Pembangunan pada Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. 
Tulisan ini pernah dibuat di Victory News, hal 4 Opini tanggal 20 Desember 2012, untuk merayakan HUT NTT ke 54....