Senin, 06 Desember 2010

PERMASALAHAN CSR BPD DAN SOLUSINYA

Kamis, 22 April 2010
PERMASALAHAN CSR BPD DAN SOLUSINYA !

Akhir-akhir ini CSR atau disebut tanggung jawab sosial perusahaan mulai dingin dan tidak memiliki gaung yang kuat karena pemberitaan mengenai perlunya CSR di Indonesia hanya dilihat sebelah mata saja pada hal sesuai Pasal 74 UU No.40/2007 mewajibkan setiap perusahaan PT wajib hukumnya menjalankan CSR. Untuk menjawab hal tersebut dan banyak pertanyaan yang sering masuk dalam bloger ini maka saya berkewajiban untuk menjawabnya dalam tulisan wawancara dibawah ini, selamat membaca.
1. Apa itu Corporate Social Responsibility (CSR) dan sejarahnya?
Banyak definisi tentang CSR, tetapi yang sederhana adalah bagaimana perhatian suatu perusahaan terhadap kualitas hidup stakeholders (khususnya masyarakat setempat). Kalau mengenai sejarah CSR, bermula dari pendapat Milton Friedman bahwa perusahaan itu hanya mencari profit (The business of business is business), namun karena tuntutan dan tekanan masyarakat terutama pengamat sosial bahwa ada “mounting public anxiety about the growth of corporate power and potential for coporate misconduct”, maka lahirlah paradigma baru perusahaan yakni triple botom line (3 P); perusahaan selain (P)rofit juga wajib memperhatikan sosial kemasyarakatan /(P)eople dan lingkungan /(P)lanet.

2. Apakah CSR itu wajib dijalankan perusahaan ?
Seperti tadi sudah saya katakan, pada dasarnya tujuan utama dari pendirian perusahaan adalah mencari profit, tetapi, dalam menjalankan perusahaan, harus juga menaati semua peraturan hukum yang berlaku, menjalankan sesuai etika moral yang berlaku dan memperhatikan lingkungan. Inilah yang disebut tanggung jawab legal, ekonomi, etis dan tanggung jawab lingkungan, yang saling menopang tidak bisa berdiri sendiri- sendiri.

CSR adalah kegiatan sukarela. Tetapi, perkembangan global akibat tekanan internal maupun eksternal saat ini menuntut CSR menjadi suatu kewajiban yang tidak bisa ditolak. Suka atau tidak suka, harus dijalankan sebagai bentuk tanggungjawab kepada stakeholders.

3. Kami membaca tesis anda menarik sekali, tentang praktik CSR di salah satu BPD, apa sebenarnya inti permasalahan yang anda teliti dan kira-kira solusinya bagaimana ?

Ceritanya panjang, akan tetapi dapat saya sampaikan bahwa masih sangat kurang penelitian tentang CSR BPD, masalahnya karena CSR di BPD ibarat suatu jenis tanaman baru apakah berakar tunggal atau berakar serabut, atau suatu jenis binatang baru, apakah merayap atau melata dan seterusnya.
Ok, kita masuk dalam inti persoalan. Hasil penelitian menujukan bahwa praktik CSR di BPD baru dalam tahap pertama disebut corporate charity. berupa dorongan amal berdasarkan motivasi keagamaan atau tradisi setempat. Seperti Santha Claus membagi hadiah saat perayaan natal atau membagi sedekah saat idhul kurban, membagi angpao saat perayaan Imlek, memberi beras, susu, saat bencana alam atau musibah seperti busung lapar. Jadi misinya hanya mengatasi masalah sesaat sehingga pengeloaannya hanya berjangka pendek dan parsial, sifatnya sukarela (voluntary) dan tidak terencana / terprogram.

4. Jadi CSR yang baik itu seperti apa ?
Ada tahap kedua yakni corporate philantrophy berupa dorongan kemanusiaan yang biasanya bersumber dari norma dan etika universal untuk menolong sesama dan memperjuangkan pemerataan sosial, tetapi yang baik adalah tahap ketiga corporate citizenship yakni motivasi kemasyarakatan demi mewujudkan keadilan sosial berdasarkan prinsip keterlibatan sosial. Jadi tahap ketiga sikapnya memberdayakan manusia.

5. Maksud dari pemberdayaan masyarakat itu Community Development ?
Ya, betul.. Comdev itu artinya perusahaan memberikan kontribusi kepada masyarakat setempat (stakeholders) secara nyata dan tertuang dalam suatu komitmen dan kebijakan perusahaan, keterlibatan sosial baik dana maupun daya dalam bentuk hibah sosial dan atau hibah pembangunan.


6. Bentuk keterlibatan social itu seperti apa ?
Cara Pertama, bisa terlibat langsung artinya menyelenggarakan CSR sendiri dengan menyiapkan seorang pejabat senior seperti corporate secretary atau public affair manager atau menjadi bagian dari tugas pejabat public relation. Cara Kedua, melalui atau membentuk yayasan atau organisasi sosial perusahaan. Biasanya perusahaan menyediakan dana awal, dana rutin atau dana abadi yang dapat digunakan secara teratur bagi kegiatan yayasan. Cara ketiga, bermitra dengan lembaga sosial atau LSM baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan sosialnya, dan Cara Keempat, adalah Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium. Pola ini lebih berorientasi pada pemberian hibah perusahaan yang bersifat “hibah pembangunan”. Pihak konsorsium atau lembaga semacam itu yang dipercayai oleh perusahaan - perusahaan yang mendukung secara pro aktif mencari mitra kerjasama dari kalangan lembaga operasional dan kemudian mengembangkan program yang disepakati bersama. Dari keempat cara ini mana yang cocok itu semuanya berpulang dari perusahaan masing-masing !

7. Menurut Anda kalau di BPD bentuk keterlibatan sosial yang tepat itu apa ?
Menggunakan cara keempat yakni dalam wadah BPD-SI, kita buat semacam konsorsium / forum peduli sosial (Forum Multi Stakehoders) yang beranggotakan seluruh BPD-SI, melibatkan unsur masyarakat / LSM dan pemerintah Pusat serta Pemda setempat.

8. Ide Anda baru dan rasanya berat untuk dilaksanakan karena tiap BPD memiliki karakteristik yang berbeda?
Ide ini bukan baru sudah lama dipraktekan, contoh saja Kabupaten Kutai Timur Kaltim oleh mantan Bupati dan sekarang Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak sudah jalan, beliau membentuk Forum Multi Stakehoders (FMS) yang kelembagaannnya terdiri dari Dewan Pengarah FMS dan badan pelaksana FMS terdiri dari beberapa perusahaan di Kutai Timur, masyarakat/LSM dan pemerintah. Nah.. kalau seluruh BPD memiliki komitmen yang sama, bersatu membentuk forum tersebut, saya yakin kekuatan BPD sebagai agen development untuk menaikan kualitas hidup masyarakat dapat terwujud.

9. Selanjutnya menyangkut teknis merancang program CSR, dari mana kita mesti memulai? Kemampuan perusahaan atau kebutuhan masyarakat?
Program CSR sebaiknya dirancang berangkat dari apa yang paling dibutuhkan masyarakat, karena harus memberi dampak positif kepada masyarakat. Tidak ada guna jika rancangan program mengikuti keinginan perusahaan, artinya perusahaan mestinya melakukan assesment secara internal untuk menilai kapasitas organisasinya, sehingga dengan demikian, program CSR tidak mengganggu aktivitas utama sebagai entitas bisnis.

10. Tehnik asessment internal yang bagaimana ?
Jadi pertama, lakukan penilaian dan identifikasi masalah; contohnya melihat kemiskinan masyarakat setempat, cari inti permasalahan mengapa sampai mereka miskin, apa sebab miskin?, karena; tidak ada pekerjaan / pengangguran, tidak memiliki ketrampilan, budaya tidak mendukung, dan seterusnya.

11. Terus setelah teknik asessment, tindakan selanjutnya ?
Harus ditentukan perusahaan ikut terlibat disemua persoalan atau memilih satu bidang persoalan?. Artinya semua persoalan itu penting, tetapi harus menghitung berapa sumberdaya yang dimiliki perusahaan?. Jadi lebih fokus pada bidang tertentu agar memiliki dampak yang signifikan. Misalnya, perusahaan ingin melakukan CSR untuk meningkatkan kualitas pelajar agar dapat diterima di lembaga perbankan. Sebaiknya dipertajam fokus tersebut dengan memilih siswa di level manakah yang hendak menjadi sasaran.

12. Selanjutnya, bagaimana menentukan prioritas program?
Seperti tadi, selanjutnya perusahaan harus melakukan need assessment terhadap lingkungan masyarakat setempat. Yang pertama, harus mencari apa yang paling dibutuhkan masyarakat setempat? Caranya perusahaan harus berdialog dengan masyarakat setempat. Bisa juga mengajak LSM setempat untuk menggali kebutuhan dan persoalan yang kerap terjadi. Cara kedua, membuat maping, agar program CSR yang dibuat tidak tumpang tindih dengan program lainnya.

13. Apakah CSR harus butuh dana yang besar ?
Sebenarnya tidak. CSR bukan saja melulu duit. Tidak apa-apa kalau perusahaan menyiapkan dalam setahun penyisihan labanya atau rekening CSRnya minim sesuai kemampuan perusahaan. Yang utama adalah apakah penyaluran dana tersebut tepat sasaran atau tidak dibandingkan dana yang besar tetapi tanpa perencanaan. Perusahaan bisa menyiapkan daya berupa tenaga karyawan untuk kerja bakti sosial atau mengajar. Jadi, tak ada alasan perusahaan tidak melaksanakan praktik CSR.

14. Pertanyaan berikutnya, bagaimana seandainya perusahaan menolak keras untuk tidak menerapkan praktik CSR ?
Jawabannya mudah, siapa menabur angin menuai badai. Artinya tidak bermaksud menakut-nakuti, jika perusahaan tidak melaksanakan program CSR bersiap-siaplah menerima risiko reputasi berupa penolakan kehadiran perusahaan dan aksi protes, karena masyarakat kita sudah mengerti dan memahami kontribusi suatu perusahaan.

15. Yang terakhir, apa tolok ukur keberhasilan program CSR?
Sederhana saja, tolok ukur keberhasilan dapat dilihat dari dua segi yakni perusahaan dan masyarakat. Dari segi perusahaan, reputasinya bertambah cemerlang dimata masyarakat, dan dari segi masyarakat terjadi peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat. Yang terukur dari apakah masyarakat tersebut bisa mandiri, tidak melulu bergantung pada pertolongan pihak lain.

Tidak ada komentar: